Senin, 15 Oktober 2012

Dirimu dan Dirinya

Diposting oleh Auliya Elsa di 02.44 0 komentar
Secangkir cappucino ini menemaniku disore ini., dikala senja mulai tidur kembali. Aku masih teringat kejadian tadi. Oh bukan, bukan hanya kejadian hari ini. Tapi kejadian akhir-akhir ini. Seolah-olah kejadian itu membawaku kembali ke masa lalu. Namun kali ini dengan orang yang berbeda. Seseorang yang jauh berbeda 360 derajat dari dirinya. Baiklah, kali ini aku akan menyebutnya Mr.B. Aku baru mengenalnya beberapa bulan ini, melalui perkenalan singkat tanpa ada perasaan tertentu saat pertama kali bertemu. Hanya saja sikapnya seringkali membuatku mengingatkan tentang seseorang yang jauh disana, kamu. Seseorang yang sudah beberapa tahun ini tak bisa ku tatap matanya. Ah, dia memaksaku memutar kembali film masa laluku. Lalu, sebuah perasaan aneh muncul tiba-tiba. Ya, bagiku perasaan ini aneh, janggal. Aku tak bisa mengartikan perasaan apa ini. Jika aku mengatakan aku telah jatuh cinta lagi, aku tak seratus persen yakin. Ada sesuatu yang membuatku bimbang, ragu, untuk membuatku berkata “aku jatuh cinta lagi”. Aku memang merasakan kenyamanan saat berada didekatnya. Aku selalu menikmati setiap menit waktuku yang terbagi bersamanya. Namun tak bisa ku pungkiri dia selalu memaksaku mengingat kembali momen masa laluku.
Lalu, apa sebenarnya yang ku rasakan saat ini? Mengapa dia datang dengan cara seperti ini?. Saat ini aku tak ingin terlalu berharap dengannya. Kejadian yang lalu sudah cukup memberi pelajaran penting bagiku. Aku memang masih takut terluka karena lukaku masih belum sepenuhnya sembuh. Entah sudah berapa kali aku hanya bisa mendesah dan menghela nafas. Saat dia hadir untuk singgah dipikiranku namun semua tentang dirimu seolah-olah datang kembali. Seharusnya aku menyadari bahwa kalian adalah dua pribadi yang sangat berbeda. Tetapi caranya menatap, saat dia membuatku tertawa dan kesal, semuanya terasa sama. Bahkan aku merasa caranya mendekatiku selalu membuatku teringat tentangmu. Aku pun seolah merasakan kehadiranmu disisiku lagi. Namun kali ini dengan seseorang yang berbeda.
Jika secangkir cappucino ini bisa memberikan jawabannya entah apa yang akan ku lakukan. Terkadang aku berpikir bahwa ini hanya imajinasiku saja karena diriku yang terlalu perasa. Ataukah memang karena diriku yang belum sepenuhnya bisa membuang jauh dirimu dari pikiranku. Kau, apakah dirimu akan selamanya berarti bagiku? Atau aku yang terlalu bodoh hingga aku tak bisa menepikanmu?. Aku tak ingin seperti ini, sungguh. Jika seseorang itu bisa menggantikan posisimu, aku ingin melihatnya utuh. Aku ingin perasaan yang sempurna. Aku tak ingin melihatnya karenamu, bukan karena dia sama dengan dirimu. Dan satu hal yang pasti aku tak ingin merasakan kejadian yang sama. Ya, cukup dengan dirimu, dulu.
Disela hujan rintik-rintik sore ini, aku menikmati secangkir cappucino ini dengan sapaan hangat wajahmu yang masih membayangiku.

With the rain,

AED : )

Jumat, 21 September 2012

Arti Bahagia

Diposting oleh Auliya Elsa di 07.51 0 komentar

Ketika kumendengar kata “bahagia” begitu banyak hal yang terlintas dipikiranku. Aku bahagia ketika semuanya yang berada disisiku tersenyum kepadaku. Aku merasa bahagia ketika desiran angin seperti sebuah sentuhan dari sang Maha Kuasa. Hujan yang turun pun seolah seperti air surga yang sedang dihadiahkan oleh-Nya untukku. Bahagiaku tak selamanya tersenyum, tertawa, ceria tetapi juga menangis. Menangis karena bahagia bukanlah suatu hal yang asing bagi diriku. Terkadang air mata itu tak berarti sebuah kesedihan, kekecewaan atau keterpurukan. Air mata itu punya berbagai arti. Lalu, apa sesungguhnya arti bahagia bagiku?. Bahagiaku sama seperti selayaknya orang lain. Terlebih lagi jika apa yang kita inginkan atau kita kehendaki menjadi sebuah kenyataan. Namun terkadang kita bisa merasa bahagia ketika apa yang kita inginkan tak benar-benar ada dalam genggaman. Ini memang sedikit rumit tapi inilah yang disebut “IKHLAS”. Untuk hal ini dibutuhkan begitu banyak kesabaran atau ketabahan hati. Kerelaan dari dalam diri kita yang memang tidak dapat direka. Ya, kesadaran diri itulah yang terpenting.

Seringkali kita mendengar bahwa kita hanya bisa berharap namun Tuhanlah yang berkehendak. Lalu, ketika apa yang kita harapkan tak menjadi kenyataan apakah kita masih bisa merasa bahagia??. Tentu saja bisa karena bahagia itu adalah bagaimana kita selalu bersyukur atas apa yang telah kita miliki. Jika apa yang kita inginkan tak dapat kita miliki itu berarti bahwa kebahagiaan kita masih dalam genggaman Tuhan. Tuhan punya rencana indah dan tuhan tahu bagaimana menempatkan kebahagiaan itu hadir ditengah-tengah kita. Jangan berkecil hati karena Tuhan ingin kita belajar terlebih dahulu sebelum benar-benar bisa menerima kebahagian dari-Nya. Karena kebahagiaan yang sesungguhnya datang di tempat dan waktu yang tepat. Dan hanya orang-orang yang selalu bersyukur yang dapat memaknai arti bahagia yang sesungguhnya.

Arti bahagiaku itu diri-Nya, mereka dan kamu, Karena bahagiaku tercipta saat diri-Nya masih bisa memberiku kesempatan untuk bernafas  bersama mereka dan tentunya kamu : )

With the rain,

AED : )

Selasa, 18 September 2012

Kau (masih) Mengusikku

Diposting oleh Auliya Elsa di 00.16 0 komentar

Malam ini terlihat indah, bintang-bintang berparas cantik dengan sinarnya yang terang. Terlihat elok diangkasa bak hiasan malam yang memang diciptakan oleh tuhan untuk makhluknya. Kelap-kelip lampu kota menambah indah malam ini. Ku hirup nafasku dalam-dalam, ku pejamkan mataku untuk sesaat dan ku rasakan setiap desiran angin yang menyentuhku. Aku masih terdiam disini, diatap bangunan ini. Sedari tadi aku hanya duduk memandangi pemandangan kelap-kelip lampu yang tersaji didepan mataku. Aku tak sendiri disini, lagu-lagu sendu yang ada di handphoneku setia menemaniku. Ku nikmati setiap alunan musik yang ku dengarkan. Aku merasa nyaman seperti ini, dalam suasana seperti ini. Tidak ada satu pun orang yang mengusikku atau menggangguku. Aku bukan egois, aku hanya ingin sendiri untuk saat ini.

Ya, aku merasa pikiranku sedang kacau. Aku ingin berlari namun aku tak tahu arah. Aku ingin berteriak, aku ingin menangis. Aku butuh tempat bersandar. Namun aku tak tahu harus pergi kemana. Tuhan pun mungkin sudah bosan mendengarkan ceritaku. Semua keluh kesahku tak ingin lagi kubagi dengan mereka. Disela kekacauanku ini aku masih mencoba menata perasaanku. Aku juga mencoba mengasingkan wajahmu untuk sementara dari pikiranku. Entah mengapa kabar beberapa hari yang lalu mengenai dirimu membuatku sedikit ngilu. Benarkah kau telah berubah seperti yang telah ku dengar?. Benarkah kau tak seperti dulu lagi?. Aku mohon berikan aku jawaban atau setidaknya sedikit tanda atas semua prasangkaku kepadamu. Aku tak ingin berpikiran jelek tentangmu, aku hanya ingin tahu yang sebenarnya.

Aku mengerti semuanya telah berbeda. Waktu yang terus berjalan ini menjadi pendamping setia kita untuk tumbuh dewasa. Namun aku tak ingin mengubah pandanganku terhadapmu. Dan aku juga meminta kepadamu jangan pernah membuatku mengubah pandanganku terhadapmu. Karena sosok sepertimu yang selama ini aku cari. Kau telah membuat hatiku untuk tak segan berkata “iya”. Kalau memang kini kau tak seperti yang dulu, aku ingin kau menjadi sosok yang lebih baik lagi. Seseorang yang selalu ku kagumi walau nampak semu. Hey, aku masih ingat sikap malu-malumu. Aku juga masih ingat wajah semu merahmu. Bahkan sikapmu saat berhadapan dengan lawan jenis. Kau terlihat tak peduli walaupun mungkin kau sedikit malu. Mereka berkata kalau sekarang kau telah berbeda. Bahkan bisa dikatakan kau dapat dengan mudahnya memberi perhatianmu dan hatimu dengan yang lain. Kau juga tak segan untuk memamerkannya kepada mereka. Sungguh bukan kabar seperti itu yang ingin kudengar. Apakah semuanya memang benar-benar telah berubah?

Jika kau tahu, aku mengagumi karena apa adanya dirimu. Kau bukan tipe seseorang yang mudah merayu dan membagi hati. Ya, itu yang selalu ada dipikiranku tentangmu. Oh, aku sungguh tak mengerti. Baiklah, atau mungkin aku yang terlalu berlebihan. Aku sadar aku bukan siapa-siapa bagi dirimu lagi. Tapi kenapa aku masih merasa perih saat mendengar cerita tentangmu. Ternyata lukaku memang belum benar-benar sembuh. Dan memang perasaan itu masih tersisa untukmu walaupun tak seutuh dulu. Kali ini kenyataan yang paling menyakitkan adalah aku belum rela untuk melepasmu dengan yang lain. Apa jadinya jika suatu saat nanti kau telah berdua dan aku masih bertahan dengan perasaan ini. Apakah aku harus terus memeluk bayangmu tanpa bisa menyentuhmu? Apakah aku tak bisa menyempurnakan perasaaanku kepadamu?

Saat ini aku hanya berharap semuanya hanyalah omong kosong. Aku tak ingin berprasangka buruk dulu. Jujur, ini membuat pikiranku kembali terusik olehmu. Setelah sekian lama aku tenggelam diantara rutinitasku. Aku mohon tetaplah menjadi apa adanya dirimu. Selamat pagiku dan ucapan selamat tidurku masih untukmu. Jaga dirimu dan tetaplah menjadi seseorang yang selalu membuatku kagum dan berkata “kamu jaim banget” : )

Malam ini masih sama seperti sebelumnya, malam-malamku selalu terusik olehmu. Walaupun jemariku tak bisa menyentuhmu lagi namun aku masih mendekapmu dalam setiap doaku.

Untuk seseorang yang berada ribuan kilometer dariku,

With the rain,

AED : )

Kamis, 06 September 2012

Merindukanmu

Diposting oleh Auliya Elsa di 00.28 0 komentar

Bagiku merindukanmu itu bermakna
Merindukanmu itu indah
Merindukanmu itu gelisah
Merindukanmu itu resah

Tetapi aku bahagia merindukanmu
Karena rinduku hanya untukmu
Rinduku satu padamu
Dan rinduku selalu kamu

Ketika aku merindukanmu
Aku meraba kenanganmu
Aku memeluk bayangmu
Dan membawamu dalam doaku
Itulah caraku merindukanmu

With the rain,

AED : )


Kamis, 30 Agustus 2012

Yang Tertinggal

Diposting oleh Auliya Elsa di 00.39 0 komentar

Hari ini adalah malam terakhirku disini, dikota ini. Saat esok pagi menjelang akan kulangkahkan kaki meninggalkan kota yang penuh kenangan ini. Meninggalkan sebuah kotak kenangan yang masih kusimpan rapat disini. Dan akan kubuka kembali saat aku kembali pulang. Sengaja kotak itu aku tinggalkan disini karena memang disinilah tempatnya berada. Aku tak membawanya ke perantauan, hal itu hanya akan membuatku lemah. Terlebih lagi kenangan tentang dirimu yang memenuhi kotak kenanganku.

Sesekali aku menghela nafas karena sedari tadi aku sibuk dengan barang-barangku. Satu persatu baju, sepatu dan tas sudah memenuhi koperku. Ya ampun, betapa beratnya, batinku. Tapi ini tidak seberapa jika dibandingkan beban yang ada dipundakku. Oh tidak, aku tidak boleh mengatakan ini beban. Karena ini adalah sebuah kewajiban seorang anak untuk membahagiakan kedua orang tuanya. Aku akan menghabiskan waktu berbulan-bulanku disana. Kehidupanku akan kembali normal seperti sebelumnya. Aku harap semuanya akan baik-baik saja.

Semua barang-barangku sudah tertata rapi dan esok pagi aku sudah siap untuk pergi. Sudah menjadi ritualku jika sebelum bepergian jauh aku tak lupa membawa beberapa obat. Aku mengecek barang yang ada didalam tas kecilku karena takut jika ada yang tertinggal. Dan ternyata benar aku lupa memasukkan dompet. Sesaat kubuka dompetku untuk memastikan uang yang akan kubawa untuk diperjalanan nanti. Sekilas aku melihat wajahmu didalam dompetku. Ya, aku masih menyimpan fotomu. Aku tak akan membuangnya karena hanya dengan foto itu aku bisa mengingat wajahmu. Ternyata aku tak benar-benar meninggalkan kenanganku disini. Karena aku menyadari aku masih membawamu kedalam pikiranku.

Ya tuhan, untuk kesekian kalinya aku kembali disini tanpa senyuman nyata darinya. Kali ini aku pun juga harus merasakannya lagi. Entah kapan kita akan berbagi senyuman seperti dulu. Aku masih menunggu saat-saat seperti itu. Sudah kuhabiskan waktu 2 bulanku disini namun aku tak sempat bertemu denganmu. Disini aku hanya bisa menyentuh kenanganmu yang tersimpan rapi. Jangan kau pikir aku telah melupakanmu karena aku masih menginginkan pelukan selamat tinggal darimu, seperti dulu. Aku ingin mengulang kejadian setaun yang lalu. Saat aku berada dalam dekapanmu dan menangis sejadi-jadinya. Kau pun memelukku dan menyeka air mataku. Aku hanya terdiam, pelan kau menyentuh daguku untuk melihat wajahku. Kau pun berkata semuanya akan baik-baik saja dan perpisahan kita hanyalah “sementara”. Ya, kita pernah menyebutnya “perpisahan sementara”. Lalu apakah ini artinya “perpisahan sementara” kita?.

Aku juga masih mengingat saat terakhir kali aku melihatmu. Malam itu begitu manis namun pedih. Aku diam terpaku tak bergerak didepan pintu rumahku. Aku masih menangis ketika perlahan kau pergi. Saat itu kau berkata “met ketemu di Januari ya”. Kau tersenyum sambil melambaikan tangan. Aku masih saja terdiam tak bergerak. Lalu aku benar-benar melihat punggungmu pergi menjauh. Taukah kau dimalam itu aku seraya berkata pada diriku sendiri. Bagaimana jika ini adalah terakhir kalinya aku melihatmu?. Bagaimana jika esok aku tak bisa melihatmu lagi?. Tangisku benar-benar pecah. Sekarang apa yang aku takutkan saat itu benar-benar terjadi. Kau, benar-benar pergi menjauh.

Mungkin tak akan ada habisnya jika aku menuliskan setiap detail tentangmu dalam ceritaku. Kau adalah narasiku yang terputus. Kini aku harus menyadari bahwa aku harus kembali tanpa senyuman hangatmu dan pelukan selamat tinggalmu. Tapi harus kau tahu tetesan air mataku masih untukmu dan rinduku ini. Jangan kau menyebutnya sebagai rindu yang terlarang walaupun aku tak berarti lagi dimatamu. Ini adalah hakku dan perasaan serta rinduku padamu biarkan aku yang menikmatinya sendiri. Akhirnya sebelum pergi aku harus berkata, selamat tinggal kotaku, selamat tinggal kenanganku. Aku selalu merindukanmu bersama hangat peluknya.

Dan diantara barang-barang yang memenuhi koperku ini, aku masih menyelipkan doa untukmu. Aku harap esok hariku akan kujelang hanya bersamamu. 

Untukmu pemilik rinduku, dari seorang wanita yang seringkali menangis didalam bis hanya karena teringat padamu.

With the rain,
AED : )

Selasa, 28 Agustus 2012

Seandainya...

Diposting oleh Auliya Elsa di 07.03 0 komentar

Seandainya dulu aku tak bertemu denganmu
Seandainya aku tak jatuh hati padamu
Seandainya sejak dulu kau nyatakan padaku
Seandainya kau tak memberiku kesempatan untuk memilikimu
Seandainya kita tak terpisahkan oleh jarak
Seandainya kita tak berpisah

Ya tuhan, aku hanya bisa berandai-andai. Apa aku ini hidup dalam sebuah angan-angan??. Ya, saat ini aku hanya bisa berkata seandainya dan seandainya. Sekarang aku menjadi benci mendengar kata “seandainya”, kata yang membodohiku. Kata yang membuatku mengingat kembali ke masa lalu. Namun sekarang otakku masih dipenuhi oleh kata “seandainya”. Sepertinya kata itu membuatku semakin muak. Bagaimana tidak, kata itu seperti sebuah racun. Kata “seandainya” membuatku berlagak seperti orang tak berdaya. Aku hanya bisa menyesali masa lalu. Padahal seringkali aku berkata padamu bahwa penyesalan selalu datang terakhir. Dan itu pula yang aku rasakan sekarang. Sepertinya kita tidak perlu mencamkan lagi kata “seandainya”. Karena hal itu hanya bisa membuat kita melihat masa lalu.

Terlepas dari kata “seandainya” sesungguhnya aku memang tidak benar-benar menyesali apa yang telah terjadi. Keyakinanku bahwa semua yang terjadi adalah rencana tuhan sedikit membawa angin segar bagiku. Setidaknya memberiku sedikit ruang untuk bernafas lega. Namun, ada satu pertanyaanku padamu. Apakah kau menyesal pernah bersamaku?. Aku tak ingin mendengar jawabanmu jika kau berkata “iya”. Kau tak berbeda dengan kata “seandainya” yang membuatku larut dalam perasaan yang tak menentu.

Aku sadar akan satu hal setelah apa yang terjadi antara aku dan dirimu. Manusia memang hanya bisa berharap tapi tuhan yang berkehendak. Ya, lagi-lagi aku membawa nama tuhan diantara cerita kita. Padahal apa yang telah aku lakukan adalah pilihanku. Lalu, bagaimana aku harus menyikapinya??. Apa aku harus kembali mengulang perkataanku “seandainya saja..”. Sekarang memang sudah terlambat jika aku menyesalinya. Semuanya akan terasa percuma. Hati ini sudah terlanjur sakit. Luka sudah tergores jelas bahkan belum sepenuhnya hilang. Air mata pun tak hentinya keluar. Pikiranku, perasaanku, rinduku semua tercurahkan kepadamu.

Kini aku akan mencoba memperbaikinya. Meskipun aku harus merangkak terlebih dahulu karena tak sanggup kuberdiri tegap. Aku akan menghapus kata “seandainya” dalam otakku. Kata yang menjeratku bersama kenanganmu. Ceritaku bersamamu, cerita kita akan selalu ada dan tak akan mungkin terhapus. Waktu yang berlalu memang tak akan mungkin kembali, tetapi yang telah terjadi kemarin dapat terulang dihari esok. Dan aku harap cerita indah kita akan terulang suatu saat nanti dimasa depan. Sehingga tak akan ada lagi kata “seandainya” didalam cerita kita.

Untuk seseorang yang selalu menghuni pikiranku.

With the rain,
AED : )

Minggu, 26 Agustus 2012

Rindu yang Sempurna

Diposting oleh Auliya Elsa di 21.22 0 komentar

Hari ini tepat setahun sudah kita tak bertemu. Kita sudah tak lagi saling menyapa, tertawa bersama dan aku pun tak bisa menatap wajah menyebalkanmu lagi. Waktu ini terasa begitu cepat begitu pula dengan cerita kita yang tak ingin ku akhiri. Aku masih mencumbu bayangmu, merabamu dalam kenangan. Aku juga masih merindukanmu dalam kesendirianku. Ku pandangi sosokmu dalam foto yang masih ku simpan. Terlihat jelas setiap lekuk wajahmu. Alismu yang tebal dan hidungmu yang selalu membuatku gemas. Aku tak tahu harus mendeskripsikannya seperti apa lagi. Karena memang sosok sepertimulah yang aku inginkan. Terlintas senyumanmu tergambar dalam lamunanku. Senyum yang penuh arti bagiku. Begitu pula dengan tatapan matamu yang selalu membuatku kehilangan kata-kata. Namun semuanya sekarang hanya sebuah kenangan. Handphoneku pun tak lagi penuh dengan pesan-pesan mesramu. Telingaku tak lagi mendengar suara riuhmu. Tak ada lagi ucapan “selamat pagi” yang menambah semangat pagiku. Dan tak ada lagi seseorang yang menemaniku sampai ku terlelap. Jangankan untuk bertemu denganmu, kabar tentangmu tak lagi kudengar. Sesaat aku merasa apakah jarak diantara kita semakin jauh. Aku memang sudah tak berhak atas dirimu tapi apakah salah jika aku ingin tahu kabarmu kini.

Sungguh aku ingin melihat sosokmu, sekalipun aku melihatnya dari jauh. Mungkin telingamu sudah tak ingin lagi mendengar cerita tentangku. Matamu tak ingin lagi menatapku. Tanganmu pun tak ingin lagi menyentuhku. Aku sangat memahami itu dan aku juga mengerti. Tapi aku tidak bisa terus membohongi diri dan entah sampai kapan aku hanya bisa meyimpannya rapat-rapat. Ya, mungkin aku harus kembali seperti dulu. Memendam perasaan yang sama sekali tak pernah kau lihat. Menikmati setiap kerinduan tanpa sapaan hangat hatimu.

Aku merasa malam-malamku semakin dingin. Terlebih lagi disaat kesendirian begitu terasa keberadaannya. Aku hanya bisa membayangkan sosokmu yang sekarang. Entah sudah beberapa kali imajinasi tentangmu tergambar dalam benakku. Ya, bolehkah aku memanggilnya rindu yang sempurna??. Kau bahkan belum tentu merindukanku, barangkali rindumu telah kau berikan untuk yang lain. Tapi rinduku ini masih untukmu. Aku ingin sekali mengirim pesan kepadamu. Namun aku harus mengakui aku tak punya cukup keberanian. Aku harus berpikir ulang untuk melakukannya. Aku memang takut terluka lagi, aku takut itu malah membuatku semakin bimbang. Dan yang paling aku takutkan adalah jika kau benar-benar telah melupakanku. Perasaan seperti ini sangat menyiksaku.

Aku hanya berharap kita tak saling membenci. Atas apa yang terjadi kemarin, aku berharap kita akan tumbuh menjadi sosok yang lebih baik. Lukamu, lukaku, luka kita biarlah berlalu. Kita pernah berbagi rasa, hati kita pernah dekat. Setidaknya kita bisa kembali seperti awal sebelum kita bersama. Aku tidak ingin menganggapmu sebagai seseorang yang pernah kukenal. Tetapi sebagai seseorang yang telah mengajariku apa arti sebuah perasaan. Sekarang biarlah ku nikmati hari-hariku bersama kenanganmu diantara lirik-lirik lagu yang senantiasa kuperdengarkan untuk menemaniku. Rinduku padamu begitu sempurna kan??

Setidaknya diantara lagu-lagu ini aku masih menemukan setengah sosokmu, lagu favoritmu : )

With the rain,

AED : )
 

more than words Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos