Kamis, 26 Juli 2012

Jalan Kebahagiaan

Diposting oleh Auliya Elsa di 20.07

Anganku seakan menari didepan mataku. Mereka keluar dari otakku yang berisi pikiran-pikiran konyol, aneh namun begitu indah. Termasuk pikiran tentangnya yang membuat otakku ini terasa berat. Anganku membayangi langkahku. Terkadang mereka mengejekku, mencemoohku saat aku terlihat menyedihkan. Mereka bertingkah layaknya seorang hakim yang sedang menghakimi seorang terdakwa.

“Apakah aku sejelek itu??” tanyaku.

“Kau begitu bodoh”jawabnya dengan lagak seperti orang yang mempecundangiku.

“Apa alasanmu berkata seperti itu?”tanyaku lagi dengan nada penuh amarah.

“Oh, kau benar-benar wanita yang menyedihkan. Apakah kau tidak merasa bahwa kau punya segalanya?? Kau memiliki apa yang aku tidak miliki”jawab salah seorang dari mereka.

Tidak, omong kosong apa ini. Aku begitu tercekat saat mendengar jawabannya. Tapi, aku merasa penasaran dengan perkataannya.

“Apa maksudmu??”tanyaku penuh selidik.

“Kau sungguh tak menyadarinya. Kau punya mereka, mereka yang selalu ada saat kau jatuh ataupun bahagia. Mereka siap menghapus air matamu yang tumpah. Mereka adalah perisai bagimu. Sedangkan kami?? kami hanya punya dirimu walau kau tak pernah menyadari keberadaan kami.”jawabnya.

Mereka?? apa maksudnya? Aku pun masih tak mengerti. Lalu, kenapa dia hanya memilikiku?? Aku akan bertanya lagi untuk mencari tahu jawabnya.

“Mereka?? dan kalian hanya memilikiku??”tanyaku lagi dengan wajah penuh tanda tanya.

“Kau ini benar-benar bodoh atau tolol??”bentaknya.

Ahh, bualan macam apa ini? Kenapa dia memarahiku? Oh, tidak.

“Mereka yang ku maksud adalah teman,sahabat, keluarga dan tuhanmu. Semestinya kau menjadi wanita paling bahagia. Bukannya terus menangisi masa lalumu. Kau ini hanya lah sebuah kertas usang baginya. Lupakan dia dan lihatlah aku, lihatlah kami”. Katanya lagi.

Dadaku terasa sesak saat mendengar jawabannya. Mereka benar, aku ini begitu bodoh. Aku memang hanyalah kertas usang baginya. Seharusnya aku sadar, saat kita terjebak dalam masa lalu kita akan kehilangan berjuta-juta kesempatan. Tuhan,hambamu ini terlalu lemah.

“Tatap mataku. Waktumu akan terbuang sia-sia jika kau seperti ini. Aku mengerti kami ini tak nyata bagimu. Tapi, apakah kau tak ingin membuat kami menjadi nyata bagimu? Percayalah, aku menjanjikan kebahagiaan untukmu. Membuat hidupmu lebih indah bahkan bahagia” katanya. Kali ini ucapannya begitu lembut.

Air mataku tumpah, tak terbendung lagi. Aku menangis dengan penuh maaf didepan mereka. Ya, mereka benar. Ada hal lain yang patut untuk dipikirkan. Anganku memang bukan sesuatu yang nyata namun aku memiliki kesempatan untuk membuatnya menjadi nyata. Aku memiliki teman,sahabat, keluarga dan tuhanku yang akan menjadi perantaranya.

“Maaf..maaf. Sekarang aku mengerti apa yang harus ku lakukan. Aku berjanji padamu, pada kalian untuk membuatnya menjadi nyata. Kalian adalah mimpiku bahkan kebahagiaanku kelak” kataku dengan suara serak.

“Hapuslah air matamu. Berjanjilah jika ini terakhir kalinya kau menangis karena bersedih. Kelak aku ingin melihatmu menangis karena bahagia” jawabnya.

Ya,aku berjanji kelak aku ingin menangis karena bahagia. Aku tidak ingin menghapus memori seseorang itu dari pikiranku. Biarlah sekarang aku menepikannya untuk sesaat. Namun, ada satu hal yang masih mengusikku. Jika boleh berharap apakah mereka bisa memberiku jalan untuk kembali bersamanya suatu saat nanti??

“Ada satu hal yang masih mengusik pikiranku. Jika aku boleh berharap apakah kau bisa memberiku jalan untuk kembali padanya??aku sungguh ingin bertemu lagi dengannya suatu saat nanti”. Tanyaku perlahan.

“Kau jangan salah paham dulu. Oke, aku berjanji aku akan menepikannya. Tapi aku tak sanggup untuk menghapusnya dari pikiranku. Aku hanya ingin suatu saat nanti aku bisa bersamanya kembali. Setidaknya aku ingin melihat wajahnya lagi” kataku penuh harap.

Aku harus mengatakan ini padanya. Aku tidak bisa menutupinya. Sungguh sampai saat ini pun aku masih merindukan seseorang itu. Sekalipun aku ini hanya kertas usang atau pun seonggok sampah tapi aku masih mengharapkannya. Dan hatiku tidak bisa memungkirinya. Aku hanya tidak mau berbohong pada diriku sendiri, terlebih pada anganku ini.

“Baiklah, itu hakmu. Aku sangat mengerti perasaanmu. Aku bukanlah tuhan, aku ini hanyalah perantara yang tuhan berikan untukmu. Aku hanyalah jalan kebahagiaan bagimu, termasuk untuk bahagia bersamanya. Percayalah, jika kau bisa membuatku nyata, dia yang kau harap pun bisa kembali bersamamu. Tapi jika kau kelak tak bisa bersamanya, aku yakin tuhan akan memberimu yang lebih baik” jawabnya.

Jawabannya begitu mengena dan membuatku terasa lega. Kali ini aku harus mengucapkan beribu-ribu terimakasih kepadanya, kepada mereka dan kepada tuhanku.

“Terimakasih..terimakasih”. kataku sambil tersenyum dan mereka pun membalas senyumanku. Namun saat aku ingin memeluk mereka, tiba-tiba mereka menghilang.

“Ahh, aku tak dapat menyentuhnya. Tuhan,bantulah diriku untuk membuat mereka menjadi nyata”. Harapku.

***

Saat aku terbangun, entah kenapa pipiku benar-benar basah. Tapi, aku bahagia dengan mimpiku kali ini. Tidak, ini bukanlah mimpi. Jangan katakan jika ini hanya ilusi, imajinasiku atau bahkan lelucon. Ini nyata!! Ini lah percakapan panjangku dengan anganku yang membuatku menyadari akan satu hal. Ya, jangan takut bermimpi dan wujudkan untuk menjadi nyata. Karena mimpimu adalah jalan kebahagianmu.

Pesan :
Untuk tuhanku, you are my biggest love.
Untuk mereka, you are my everything.
Untuk anganku, you are my best.
Untukmu, you are my last one forever.


With the rain,

AED : )




0 komentar:

Posting Komentar

 

more than words Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos