Kisah dalam tulisan saya ini nyata dan benar-benar nyata terlihat
disekitar kita. Saya harap kita dapat memetik pelajaran dari kisah ini.
Pagi ini saya diperlihatkan suatu kisah oleh Tuhan. Cerita yang sungguh
miris bahkan jika anda melihatnya secara langsung mungkin bisa menitikkan air
mata. Pagi yang cerah hari ini mungkin tak seindah bagi seorang kakek tua renta
bersama dengan seorang cucu lelakinya.
“Dek, anterin Aqua ke bu gik “
kata mamaku.
“iya maaa” jawabku sambil
mengeluh.
Aku pun segera beranjak dari
kamar dan mengeluarkan dorongan yang biasa digunakan untuk mengantar aqua atau
lebih tepatnya galon. Saat aku keluar dari pagar, aku melihat seorang kakek
bersama dengan seorang cucu lelakinya. Dari fisik yang terlihat cucunya
seumuran anak SD, badannya gemuk dan lumayan tinggi untuk ukuran anak SD. Sementara
sang kakek, wajahnya terlihat tua, badannya bungkuk seperti sudah tidak terlalu
kuat untuk berjalan. Keduanya membawa karung yang digunakan untuk menyimpan
barang-barang bekas hasil temuannya. Ya, mereka adalah pemulung. Sekilas mereka
terlihat tersenyum bersama. Sungguh miris.
“mbah, sampun dahar??niki wonten
jajan kagem putunipun” kata tetangga sebelahku.
“matur suwun bu, kulo saum” jawab
sang kakek sambil menerima pemberian tetanggaku dan diberikan pada cucunya. Ya allah,
entah kenapa jawabannya membuatku merinding.
Akhirnya mereka berdua beristirahat sejenak. Terlihat sekali mereka
sangat lelah karena keringatnya tak hentinya mengalir dari wajah mereka berdua.
Bagaimana tidak lelah karena ternyata mereka sudah berangkat sejak habis sahur.
Bayangkan, seorang kakek tua renta dan cucunya harus berjalan jauh ditengah
udara dingin. Hal itu harus mereka lakukan demi sesuap nasi.
“kok, putunipun nderek. Menopo mbah??”tanya
tetanggaku
“kulo mboten kuat bu nek mbeto
karung abot-abot. Dek wingi bibar semaput. Trus tibo wonten mriko” cerita sang
kakek. Tetanggaku pun hanya bisa diam.
“lha niku putunipun nopo mboten
sekolah?kelas pinten?” tanya tetanggaku lagi.
“kelas 6 SD ten SD manisrejo 4. Mlebet
siang jam setengah 8, niki badhe mantuk trus siram. Larene badhe sekolah”jawab
sang kakek. Sang cucu pun hanya tersenyum.
Ya allah, aku tidak bisa
membayangkan bagaimana rasanya. Salut untuk cucunya, walaupun masih kecil tapi
mau memahami kondisi keluarganya. Bahkan dia masih bisa tersenyum. Sedangkan aku
tadi sempat mengeluh pada mama,ckckkckck. Sebelum sekolah dia harus membantu
kakeknya dulu. Walaupun dia tahu pasti ada resiko terlambat. Pagi itu jam
menunjukkan pukul setengah 7. Sementara dia harus bersekolah pada pukul
setengah 8 pagi. Memang rumahnya tak terlalu jauh dari perumahanku. Tapi kan
mereka berjalan kaki, mungkin butuh waktu sekitar 20 menit.
Lalu, seorang tetanggaku yang
lain juga ikut memberi bungkusan buat si kakek. kemudian mereka berdua pergi berjalan
lagi. Setelah aku selesai mengantar aqua ke tetanggaku, aku sempat mengobrol
dengannya.
“Bu gik, tadi mbahnya rumahnya
mana?” tanyaku.
“Munggut situ lho mbak. Kasian,
kapan itu sempet pingsan di blok B0. Trus kemaren juga habis jatuh, kecapekan
soalnya puasa. Bapak-ibunya juga udah gak ada.” Jawabnya.
Ya allah, pagi ini benar-benar
memberiku pelajaran. Ini kisah nyata dan potret ironi negeri kita tercinta.
***
Dari kisah diatas kita dapat
melihat betapa masih banyak orang-orang yang membutuhkan bantuan. Bahkan mungkin
diluar sana masih banyak cerita yang lebih tragis dan miris dari kisah
tersebut. Entah setragis apapun itu kita harus merenung dan instropeksi. Saya tidak
bermaksud untuk menggurui , tapi cobalah untuk merenung sesaat. Ditengah kondisi
yang begitu sulit, kakek itu harus berjuang dengan susah payah demi sesuap
nasi. Cucunya yang seharusnya sibuk mengurus keperluan sekolahnya harus ikut
membantu pula.kedua orang tua si cucu juga sudah tidak ada. Lalu, kalau sudah
begini siapa yang lantas harus dipersalahkan?takdir??. Bukan, semua orang
memiliki kesempatan yang sama dalam hidup ini. Inilah gunanya tuhan memberi
kita kedua tangan. Hidup itu untuk memberi dan menerima.
Saya juga semakin salut dan
terenyuh dengan kakek yang sedang berpuasa. Sungguh betapa mulianya beliau. Saya
yakin tuhan tidak tidur dan tuhan Maha adil. Melihat hal itu saya ingin sekali
bertanya kepada para pejabat diluar sana. Apakah anda selalu berpuasa di bulan
ramadhan ini?ataukah hanya bisa datang ke jamuan makan atau acara buka bersama
saja?. Bapak-ibu pejabat yang terhormat tolong sesekali anda merasakan
bagaimana menjadi orang miskin sekali saja. Barangkali boleh ikut acara JIKA
AKU MENJADI di trans tv. Jangan hanya
bisa korupsi saja. Entah kenpa saya juga ikutan gregetan jika melihat berita di
televisi yang tak lepas dari masalah korupsi. Mulai dari skandal bailout
century yang tidak kunjung selesai, kasus nazaruddin,proyek hambalang dan
sekarang yang lagi panas-panasnya adalah kasus simulator SIM. Oh, tragis.
Terlepas dari kasus para pejabat
yang korupsi, dibulan puasa ini sebaiknya kita bercermin diri. Jangan selalu melihat
keatas, tapi lihatlah kebawah. Banyak sekali orang-orang yang membutuhkan kita.
Karena satu kalimat yang selalu saya ingat adalah sebaik-baik manusia adalah
yang berguna bagi orang lain. Tidak harus dengan tindakan yang besar dan
terlihat tetapi yang terpenting adalah keikhlasannya. Semoga dari cerita yang
saya tulis ini dapat membuka sedikit mata batin kita dan kita akan menjadi
manusia yang lebih baik lagi : )
Tuhan memberi kita kedua mata untuk melihat yang baik,
Tuhan memberi kita kedua tangan untuk memberi,
Tuhan memberi kita kedua kaki agar kita dapat melangkah di jalanNya
Dan tuhan memberi kita hati untuk selalu berbagi
With the rain,
AED : )
0 komentar:
Posting Komentar