Jumat, 10 Agustus 2012

Secuil Ironi Negeri Ini

Diposting oleh Auliya Elsa di 21.48

Kisah dalam tulisan saya ini nyata dan benar-benar nyata terlihat disekitar kita. Saya harap kita dapat memetik pelajaran dari kisah ini.

Pagi ini saya diperlihatkan suatu kisah oleh Tuhan. Cerita yang sungguh miris bahkan jika anda melihatnya secara langsung mungkin bisa menitikkan air mata. Pagi yang cerah hari ini mungkin tak seindah bagi seorang kakek tua renta bersama dengan seorang cucu lelakinya.

“Dek, anterin Aqua ke bu gik “ kata mamaku.

“iya maaa” jawabku sambil mengeluh.

Aku pun segera beranjak dari kamar dan mengeluarkan dorongan yang biasa digunakan untuk mengantar aqua atau lebih tepatnya galon. Saat aku keluar dari pagar, aku melihat seorang kakek bersama dengan seorang cucu lelakinya. Dari fisik yang terlihat cucunya seumuran anak SD, badannya gemuk dan lumayan tinggi untuk ukuran anak SD. Sementara sang kakek, wajahnya terlihat tua, badannya bungkuk seperti sudah tidak terlalu kuat untuk berjalan. Keduanya membawa karung yang digunakan untuk menyimpan barang-barang bekas hasil temuannya. Ya, mereka adalah pemulung. Sekilas mereka terlihat tersenyum bersama. Sungguh miris.

“mbah, sampun dahar??niki wonten jajan kagem putunipun” kata tetangga sebelahku.

“matur suwun bu, kulo saum” jawab sang kakek sambil menerima pemberian tetanggaku dan diberikan pada cucunya. Ya allah, entah kenapa jawabannya membuatku merinding.

Akhirnya mereka berdua  beristirahat sejenak. Terlihat sekali mereka sangat lelah karena keringatnya tak hentinya mengalir dari wajah mereka berdua. Bagaimana tidak lelah karena ternyata mereka sudah berangkat sejak habis sahur. Bayangkan, seorang kakek tua renta dan cucunya harus berjalan jauh ditengah udara dingin. Hal itu harus mereka lakukan demi sesuap nasi.

“kok, putunipun nderek. Menopo mbah??”tanya tetanggaku

“kulo mboten kuat bu nek mbeto karung abot-abot. Dek wingi bibar semaput. Trus tibo wonten mriko” cerita sang kakek. Tetanggaku pun hanya bisa diam.

“lha niku putunipun nopo mboten sekolah?kelas pinten?” tanya tetanggaku lagi.

“kelas 6 SD ten SD manisrejo 4. Mlebet siang jam setengah 8, niki badhe mantuk trus siram. Larene badhe sekolah”jawab sang kakek. Sang cucu pun hanya tersenyum.

Ya allah, aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya. Salut untuk cucunya, walaupun masih kecil tapi mau memahami kondisi keluarganya. Bahkan dia masih bisa tersenyum. Sedangkan aku tadi sempat mengeluh pada mama,ckckkckck. Sebelum sekolah dia harus membantu kakeknya dulu. Walaupun dia tahu pasti ada resiko terlambat. Pagi itu jam menunjukkan pukul setengah 7. Sementara dia harus bersekolah pada pukul setengah 8 pagi. Memang rumahnya tak terlalu jauh dari perumahanku. Tapi kan mereka berjalan kaki, mungkin butuh waktu sekitar 20 menit.

Lalu, seorang tetanggaku yang lain juga ikut memberi bungkusan buat si kakek. kemudian mereka berdua pergi berjalan lagi. Setelah aku selesai mengantar aqua ke tetanggaku, aku sempat mengobrol dengannya.

“Bu gik, tadi mbahnya rumahnya mana?” tanyaku.

“Munggut situ lho mbak. Kasian, kapan itu sempet pingsan di blok B0. Trus kemaren juga habis jatuh, kecapekan soalnya puasa. Bapak-ibunya juga udah gak ada.” Jawabnya.

Ya allah, pagi ini benar-benar memberiku pelajaran. Ini kisah nyata dan potret ironi negeri kita tercinta.

***
Dari kisah diatas kita dapat melihat betapa masih banyak orang-orang yang membutuhkan bantuan. Bahkan mungkin diluar sana masih banyak cerita yang lebih tragis dan miris dari kisah tersebut. Entah setragis apapun itu kita harus merenung dan instropeksi. Saya tidak bermaksud untuk menggurui , tapi cobalah untuk merenung sesaat. Ditengah kondisi yang begitu sulit, kakek itu harus berjuang dengan susah payah demi sesuap nasi. Cucunya yang seharusnya sibuk mengurus keperluan sekolahnya harus ikut membantu pula.kedua orang tua si cucu juga sudah tidak ada. Lalu, kalau sudah begini siapa yang lantas harus dipersalahkan?takdir??. Bukan, semua orang memiliki kesempatan yang sama dalam hidup ini. Inilah gunanya tuhan memberi kita kedua tangan. Hidup itu untuk memberi dan menerima.

Saya juga semakin salut dan terenyuh dengan kakek yang sedang berpuasa. Sungguh betapa mulianya beliau. Saya yakin tuhan tidak tidur dan tuhan Maha adil. Melihat hal itu saya ingin sekali bertanya kepada para pejabat diluar sana. Apakah anda selalu berpuasa di bulan ramadhan ini?ataukah hanya bisa datang ke jamuan makan atau acara buka bersama saja?. Bapak-ibu pejabat yang terhormat tolong sesekali anda merasakan bagaimana menjadi orang miskin sekali saja. Barangkali boleh ikut acara JIKA AKU MENJADI di trans tv.  Jangan hanya bisa korupsi saja. Entah kenpa saya juga ikutan gregetan jika melihat berita di televisi yang tak lepas dari masalah korupsi. Mulai dari skandal bailout century yang tidak kunjung selesai, kasus nazaruddin,proyek hambalang dan sekarang yang lagi panas-panasnya adalah kasus simulator SIM. Oh, tragis.

Terlepas dari kasus para pejabat yang korupsi, dibulan puasa ini sebaiknya kita bercermin diri. Jangan selalu melihat keatas, tapi lihatlah kebawah. Banyak sekali orang-orang yang membutuhkan kita. Karena satu kalimat yang selalu saya ingat adalah sebaik-baik manusia adalah yang berguna bagi orang lain. Tidak harus dengan tindakan yang besar dan terlihat tetapi yang terpenting adalah keikhlasannya. Semoga dari cerita yang saya tulis ini dapat membuka sedikit mata batin kita dan kita akan menjadi manusia yang lebih baik lagi : )

Tuhan memberi kita kedua mata untuk melihat yang baik,
Tuhan memberi kita kedua tangan untuk memberi,
Tuhan memberi kita kedua kaki agar kita dapat melangkah di jalanNya
Dan tuhan memberi kita hati untuk selalu berbagi

With the rain,

AED : )



0 komentar:

Posting Komentar

 

more than words Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos